“Hantu bangku depan”
Duduk
di depan, terlihat sepele saja bagi orang-orang yang belum pernah duduk di
sebuah ruang kelas. Pola pikir menegnai duduk di depan ini bisa menjadi hal
yang rumit karena terkait sebuah pola pikir itu dibangun dan akhirnya membudaya dikalangan peserta didik dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Sebuah budaya yang
harusnya dirubah karena turut andil dalam mental seorang peserta didik,
bagaimana kefektifan, tingkat kefokusan peserta didik dan bagaimana respon dari
peserta didik selama kegiatan belajar berlangsung di dalam kelas. Ada apa
dengan bangku paling depan, terutama yang berhadapan langsung dengan guru atau
dosen? Adakah sosok hantu yang menakutkan bagi peserta didik?
Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin pantas ditanyakan bagi orang-orang yang belum
pernah memperhatikan maupun berada di dalam ruang kelas. Mari kita runtut dari
pengalaman kita sejak di bangku sekolah dasar, bagaimana hantu bangku depan ini diciptakan. Ketika kita masih di sekolah
dasar, di sini kita mulai dibuat takut dengan hantu bangku depan bahwa ketika kita duduk paling depan kita yang
akan pertama ditanya oleh guru kita terutama mengenai mata pelajaran yang
sedang diajarkan, atau kita disuruh maju ke depan kelas untuk mengerjakan sesuatu
hal baik itu soal yang tertulis maupun lisan dari guru kita. Tentunya hal-hal
ini menjadi ketakutan kita, karena kita takut tidak bisa menjawab soal-soal
tersebut ditambah lagi penggambaran sosok guru yang seakan-akan kejam, siap
menghukum apabila peserta didiknya gagal dalam menjawab soal yang diberikan.
Pada akhirnya hantu bangku depan ini
hadir dalam alam pikiran kita sejak dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Kalau pun ada yang duduk di depan rata-rata adalah peserta didik perempuan dan
hanya segelintir peserta didik laki-laki saja yang biasanya dijauhi oleh
teman-temannya. Ketika kita menginjak bangku SLTA dan perguruan tinggi, hantu bangku depan ini juga masih ikut
bergentayangan di alam bawah sadar kita, namun hantu bangku depan berubah menjadi sebuah peluang untuk
mencuri-curi waktu di saat proses kegiatan belajar berlangsung untuk bermain gadget atau membenahi make up maupun membenahi gaya rambut
dengan sebuah cermin yang diselipkan di tempat pensil maupun buku yang berada
di atas meja, hantu bangku depan
mengganas karena bagi mereka yang duduk di bangku depan mendapat ejekan verbal
dari teman satu kelasnya sendiri. Keberadaan hantu bangku depan sebenarnya dapat dibasmi sejak dini, yaitu
dengan mengubah pandangan mengenai rasa takut apabila duduk di bangku depan.
Pemikiran ini harus disosialisasikan dari pendidikan tingkat dasar secara
intensif dan berkelanjutan. Apalagi dalam kurikulum 2013 melabeli dengan
pendidikan karakter. Jadi seharusnya dengan pendidikan karakter sejak dini maka
keberadaan hantu bangku depan ini
sudah tidak ada lagi. Peserta didik bukan lagi memperebutkan bangku yang paling
belakang, melainkan berebut untuk bangku paling depan.
0 comments:
Post a Comment